Emosi dalam Diri
marah Oleh: Irdha Diah Kesedihanku tadi pagi, tak berarti. Tangisku ketika sendiri, tak berguna... Tapi kenapa harus aku??? Itulah yang terasa pilu, sesak, duka, penuh air mata... Entah kenapa lemah itu sempat menguasai. Harusnya tidak. Bisikan berkata menggoda iman. Menyuruhku mengakhiri perjuangan. Menyuruhku marah dan kesal pada semua orang. Mengajakku pergi ke taman, untuk menumpahkan segala penat, sesak, marah, dan kesal. Namun semua bayangan itu urung ku lakukan. Aku lebih memilih membasahi bantalku dengan air mata cengeng ini. Benar-benar merasa sendiri. Saat aku benar-benar menghabiskan tisu banyak, kudengar lantunan ayat suci Al-Qur'an. Hatiku terpaut, terpancing utntuk membacanya. Ide bagus, pikirku. Kubuka, kubaca ta'awudz dan basmallah. Yang terjadi melah tambah parah. Tangisku semakin pecah. Pandangan mataku buram oleh kabut air mata. Bukan karena hal yang tadi, tapi karena perasaan bersalah dan mohon ampun pada