Masalah Mendewasakanku (mungkin)

10:33 18/09/2012

'Masalah ini menjadikanmu dewasa'

Ya, karena masalah yang Intan hadapi harusnya proporsi orang dewasa. Masalah tentang cinta segitiga, pertengkaran, kekerasan, hingga perselingkuhan. Masalah yang dipikirnya dialah penyebabnya. Semua dimulai ketika Intan 'daftar ulang' masuk universitas pada Mei 2011. Hingga kini, masalah itu tidak muncul di permukaan, Intan tahu. Dan itu terjadi di belakangnya. 

Kini, Sudah setahun lebih. September 2012 dan Intan ingin sekali menyelesaikannya, tapi Intan khawatir orangtuanya akan marah jika dia nekat mencoba menyelesaikan sendirian. 

Padahal Intan sungguh-sungguh tidak bisa berkonsentrasi disini. Kemungkinan 'penjahat' mencarinya itu ada. Melihat update statusnya, 'penjahat' itu butuh diri, bukan uang. "Ya, whatever dulu juga gitu tapi puluhan juta lenyap juga", pikirnya.

Intan yang merasa sok dewasa dan ingin tahu, selalu melihat perkembangan lewat dunia maya. Dikiranya 'penjahat' itu sudah lupa. Ternyata malah meng-update kemesraan. "Dasar penjahat." katanya kala itu. Sesak, lemah tak berdaya jika Intan membuka profilnya. Foto-fotonya, update-an statusnya, kata-katanya. Sungguh diluar dugaan. Rela berbuat apa saja demi apa yang diinginkannya. 

Astaghfirullah...Astaghfirullah.. Intan tak sanggup membayangkan bagaimana perasaan orang yang dicintainya sekarang. Orang yang setiap harinya rela memeras otak, menerima pekerjaan bertumpuk-tumpuk untuk dibawa pulang, demi memberi nafkah kepada keluarganya. Sungguh, Intan belajar dari seorang ayah yang sangat super hatinya. Apa masalah ini diberi Allah agar ia bisa memiliki hati sesabar ayahnya? 

Tapi gak bisa yah. Hati ini bukan sabar, tapi dendam. Ayah cerita, membongkar masa lalu, memberi bukti-bukti ketika aku pulang. Ayah bilang memberitahu semuanya karena menganggap aku sudah cukup 'mengerti' dan 'dewasa'. Aku seperti mendapat tamparan keras yah. Gak pernah nyangka kalau selama ini ayah masih menyimpan semuanya. Ayah selalu terlihat bahagia dan mampu membuat kami semua bahagia. Tapi ternyata jauh di sudut hati ayah, sakit itu gak pernah ayah perlihatkan pada kami. Sakit itu masih terpenjara. Semoga kuncinya sudah ayah buang, hingga sakit itu tidak berbuah 'dendam' pada akhirnya. 

Hingga kini, saat ini, ayah hanya berpesan "hati-hati" padaku? Hanya hati-hati yah? Sementara aku dan 'penjahat' itu hanya berjarak dua jam perjalanan saja. Kami berada dalam satu provinsi dan ayah hanya bilang hati-hati? Aku gak pernah tahu keberadaannya sementara dia sudah tahu aku kuliah dimana, kosanku dimana, dan ayah hanya bilang hati-hati? Aku ngerasa ini gak adil yah. 

Belakangan aku tahu, ayah sering diteror via SMS atau pun dunia maya. Ayah cuma bilang gitu. Gak ada cerita lebih dari itu. Apa isinya, sesering apa dia masih meneror, dan lain-lain. Dan lagi-lagi ayah hanya bilang 'hati-hati'. Kini aku sadar yah. Allah sudah sangat adil membagi duka itu kepada kita berdua fifty:fifty (50:50). Aku bisa terima kini. Biarlah aku yang lebih dekat dengannya (penjahat), yang penting jauh kemungkinan dia mendatangi rumah kita nun jauh disana kecuali jika 'dia' benar-benar nekat. Ayah juga nekat terus-terusan diteror agar 'penjahat' itu tidak kebingungan mencari-cari alasan meneror aku. Ayah baik. Rela diserbu perang komunikasi untuk menghindarkan pertemuanku dengannya. Kata ayah, "Kami kan disini beramai-ramai, kalaupun 'dia' datang kami hadapi beramai-ramai. Tapi kalau kamu kan disana sendiri. Ayah gak bisa pindah kesana untuk jagain kamu. Jadi tetap hati-hati nak, ayah gak akan ganti nomor HP ataupun menutup akun facebook ayah. Biarlah ayah yang diserang asal kamu tetap aman disana. Belajar yang baik ya."

Deg. mendapat pesan itu aku hanya tersenyum berlinang air mata. Sesak menahan tangis agar tak terdengar di seberang telepon. "Iya, yah. Insya Allah." 

Yah, aku mencintaimu karena Allah. Jadi, aku akan menjaga diriku sendiri disini. Berusaha tidak 'lengah'. Dan saat ini aku berjanji padamu akan kembali fokus kepada semua tanggungjawabku. 

Kakek, maafin aku kalau setelah kakek gak ada justru aku kehilangan semangat meneruskan perjuanganmu. Yah, kebesaran hatimu telah mengajariku. Masa lalu yang ada biarkan kujadikan pelajaran. Walau air mata ini selalu tertumpah mengingat semuanya. :')

Orang-orang yang kusayangi, kini aku belajar dewasa. Dewasa itu relatif, kan? Tidak melihat umur. Allah yang membuatku begini. Karena kehendak Allah. 

Kata seorang teman, aku gak boleh menyimpan dendam. Ok, aku juga janji sama seorang teman itu agar aku mengurangi rasa dendam ini perlahan-lahan. Dengan pertolongan Allah. 

Sebulan ini...
Semuanya buat aku sadar. Bahwa masalah seberat apapun aku gak menghadapinya sendirian. Ada orang-orang yang dititipkan Allah untuk menemani dan menguatkanku. 

Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akselerasi-a generasi 6 SMA Plus Al-Azhar Medan

Dari Sebel Jadi Kangen

Secuplik Kisah tentang Program dan Perencanaan